BALI – METRO GEMA NEWS
Rangkap jabatan adalah kondisi ketika seseorang mempunyai lebih dari satu jabatan atau cabang kekuasaan pada waktu bersamaan. Istilah lain rangkap jabatan adalah concurrent position. Di Indonesia, rangkap jabatan di kalangan aparatur negara sudah menjadi praktek umum. Sayangnya, rangkap jabatan belum secara jelas dianggap pelanggaran sekalipun praktek ini menyalahi prinsip Good Governance.
Rangkap jabatan dapat memicu konflik kepentingan. Konflik kepentingan itu bisa terjadi karena ada pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya. Aparat negara yang merangkap jabatanpun bisa memiliki komitmen ganda sehingga obyektivitas dari keputusannya layak diragukan.
UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mendefinisikan konflik kepentingan sebagai kondisi ketika pejabat pemerintahan memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan dirinya sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang, sehingga bisa memengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.
Merujuk pada beberapa peraturan yang kini berlaku, sebenarnya ANS tidak boleh rangkap jabatan, kecuali dalam kondisi tertentu. Salah satu alasannya adalah kekhawatiran bahwa ANS tidak bisa menjalankan tugas dengan maksimal jika merangkap jabatan.
Larangan soal rangkap jabatan ini misalnya tertuang di pasal 88 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. Pasal 88 ayat 1 dan 2 di UU ASN 5/2014 mengatur, PNS harus diberhentikan secara sementara jika menjadi pejabat negara, atau komisioner/anggota lembaga nonstruktural.
Dalam prakteknya, sekarang ini ada oknum seorang Kepala kejaksaan Tinggi Bali merangkap jabatan sebagai Kapuspenkum Kejaksaan Agung. Saat media ini, Selasa (2/4/2024) ingin mengkonfirmasi untuk mempertanyakan hal tersebut, namun sayangnya yang bersangkutan tidak ada ditempat.
Perlu menjadi perhatian, terkait rangkap jabatan tersebut, diperlukan penjelasan Kepala Kejaksaan Agung agar semua menjadi terang benderang.
Liputan : (Netti Herawati, SE)